Senin, 29 Maret 2010

Information Technology and TNI AU

Technology hold an important role in the life of humankind, including the defense sectors, for example, to carry out the management and the development of the Indonesian Air Force, we need networks of information and communication.
Information technology could be defined as technology which has the capacity in such a way to capture, store, process, retrieve, represent and transmit information. Some examples of information are such as numeric (like video, audio and text) and image (like the picture and code).

With the existence of Information technology, the sending of information and the process of communication could be carried out more effectively, more efficinetly, with high fidelity and less time. Accurate and strategic information become a critical factor for the strength of the Indonesian Air Force, because information become an important key that can’t be separated from the command and control of each operation.

Information become a foundation of policy’s products or strategy in facing the existing threats. Brilliant tactics to attack our enemy will not be born without the existence of complete, accurate, and fast information. In the future, not only information, but also all the censors and weapons system will be fully connected in an integrated planning environment, evaluation, and implementation to apply the policy and the strategy in the field.

As the impact of Technology and information on the Indonesia Air force, we have to change our concepts of wars. We can define the concepts as precision strike, dominating maneuver, space warfare, and information warfare.

a. Precision Strike. The core of this concept is the capacity to know the enemy from the operational level to the strategy level by choosing and giving priority to the target. Technology and information help the commanders to carry out reconnaissance as well as the determination of the target accurately. Jeffrey McKitrick (1996) in The Revolution in Military Affairs stated that the key of the improvement is to cover the technology’s improvement in the reconnaissance sectors, data security, data processing and data communication, munitions, and determining equipment of the position (GPS - global positioning system). This concept could be also applied in a rescue operation. A story about Scott O'Grady, a F-16 pilot that was shot down in Bosnia, shows that a good information technology system makes the rescue operation be successful brightly. This happens because of the pilot is equipped by 50 feet accurate GPS receiver and a standard UHF Radio. These equipments could give position information less than one second, with encryption in order to decoy the enemy.

b. Space Warfare. We can call this concept as Star wars that use the outer space environment as the fourth area war (after land, sea and air). The progress of communication technology especially the satellite make space warfare happened. By using the satellite, from the certain height, Air Force could improve and widen reconnaissance. The satellite could also present the specific data of the targets, provide the navigation system especially for fighter aircrafts, and give information about the surface of the earth.

c. Dominating Maneuver. The maneuver is important element in each battle. If we can integrate dominating maneuver with precision strike and space warfare, we could break the opponent’s centre of gravity in order to control the battle. Precision strike and space warfare destroy the target and make enemy weak temporarily. Dominating maneuver will control the opponent’s center of gravity so as to not have the alternative for the opponent except for surrendering, as Clausewitz said that, “whoever control the center of gravity will win the war”. Regarding the development of information technology, the maneuver could become more difficult if the enemy also really went up in this field.

d. Information Warfare. Information Warfare has a real link with the information system. The Armed Forces used to consider information only for supporting the battle, but in the next period, information holds the main role in the battle. Now, information technology cause the war’s hierarchical organizations become obsolete, this makes the organisation flat and simple. We can define the information technology’s role that impacts our organization into 4 (four) quadrant :

1) The first quadrant (at the same place, at the same time). The information is delivered in a face to face interaction. In this quadrant, the IT’s role is to help giving the idea or information visually using some softwares such as presentation software like power point, or presenting the idea quickly using brain storming and mind mapping.

2) The second quadrant (at the same place, at the different time). The information is delivered in a batch manner (updated in a period of specific time) and sent to the other side. the IT’s role in this quadrant is to facilitate the data with software that support data updating of the data in groups (batch).

3) The third quadrant (at the different place, at the same time ). The information is sent to another place real time and the IT’s role in this quadrant is being the bridges for it. Nowadays, there are so many software produced using online distributed interaction concepts such as chatting, video conferencing and many more.

4) The fourth quadrant (at the different place, at the different time). The information could be sent anywhere and at any time. This concept is used to be impossible to be carried out, but not now. Today, using information technology, the information could be sent accross the space and time without limitation.


As the conclusion of this speech, we realize that technology and information will have some impacts on The Indonesia Air Force’s operation concepts, doctrines, organisations, infrastructures, integration of the system, education and trainings. We must arrange our Information Technology of Defense System in the Indonesia Air Force, that can carry out the information effectively, efficiently, high didelity and fast. Accurate and strategic information is a critical factor for the strength of the Indonesian Air Force, because information became an important key that can’t be separated from the command and control of each operation.

Senin, 08 Maret 2010

KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN SEBAGAI PENDUKUNG UTAMA KONSEP DAN STRATEGI KETAHANAN NASIONAL

Dewasa ini perubahan-perubahan mendasar di lingkungan global, regional, maupun nasional bergerak begitu cepat. Percepatan kecenderungan ini menimbulkan pola-pola hubungan baru antar manusia dan kelompok manusia yang kemudian dikenal sebagai era kesejagatan. Suatu era serba terbuka yang telah melahirkan model baru kapitalisme yang di dalam prakteknya didasari pada kecanggihan teknologi dan budaya informasi.
Realitas ini mencirikan perubahan yang cukup fundamental. Sumber daya industri dan ekonomi telah berkembang. Ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi merupakan sumber daya, barang modal yang tidak terelakkan.

Juga terdapat kecenderungan pergerakan individu, investasi, industri dan informasi yang begitu leluasa melintas batas-batas negara. Sangat sulit bagi pemerintah mengendalikan arus investasi ke dalam dan ke luar negeri, relokasi industri dari suatu negara ke negara lain bila hanya dengan instrumen yang biasa-biasa saja, serta penyebaran informasi yang masuk ke setiap bagian tanah air melalui kecanggihan teknologi komunikasi.

Sementara itu, untuk sistem pertahanan yang dipunyai negara-negara Asia, negara-negara ini tinggal meningkatkannya. Asia diprediksi merupakan potensi pasar dan sistem pertahanan yang menggiurkan dan menjadi arena persaingan industri pertahanan dunia.

Fakta perubahan ini memacu industri pertahanan yang berorientasi ke depan yaitu menyiapkan orientasi baru yang secara konsisten tetap mengacu pada tiga tahap strategi pengembangan, yaitu : tahap penyiapan sarana dan prasarana untuk penguasaan teknologi dan proses industrialisasi, tahap penguasan teknologi dengan pencapaian standar kualifikasi industri pertahanan serta kemandirian rekayasa dan rancang bangun sehingga dapat memenuhi kebutuhan peralatan/persenjataan untuk kepentingan pertahanan tanpa tergantung pada negara lain yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan pertahanan dan posisi tawar negara di mata negara lain.

KETAHANAN NASIONAL

Pengertian/definisi Ketahanan Nasional (Tannas) merupakan kondisi dinamis suatu Bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Perjuangan Nasionalnya. Ketahanan Nasional dapat dipandang dari dalam sudut pandang Geopolstra Bangsa Indonesia, yang menyatakan bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, bangsa Indonesia mengandalkan kepada suatu kemampuan yang tumbuh dari semua aspek kehidupan bangsa (Wawasan Nusantara, Geopolitik dan Geostrategi).

KONSEPSI DAN METODA DASAR DAN PENYELENGGARAAN KETAHANAN NASIONAL

Ketahanan Nasional merupakan suatu konsepsi di dalam pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan mencakup segenap aspek kehidupan bangsa secara serasi dan terpadu dalam usaha menumbuhkan kemampuan Bangsa dan Negara menangkal ancaman dalam segala bentuknya yang datang dari luar maupun dari dalam negeri, sebagai alternatif lain dari konsepsi Kekuatan Nasional dalam arti power politics dengan peranan untuk menjadi acuan atau pengarah dalam penyusunan Politik dan Strategi Nasional.
Ketahanan Nasional merupakan suatu konsepsi tentang masalah pengaturan dan pembinaan aspek-aspek kehidupan nasional. Metoda Astagatra membagi aspek kehidupan nasional dalam 8 (delapan) unsur atau gatra, terdiri dari :

a. Gatra/Aspek alamiah yang disebut Trigatra yaitu :
1) Gatra Geografi
2) Gatra Demografi
3) Gatra Kekayaan Alam
b. Gatra/Aspek sosial/kemasyarakatan yang disebut Pancagatra yaitu :
1) Gatra Ideologi
2) Gatra Politik
3) Gatra Ekonomi
4) Gatra Sosial Budaya
5) Gatra Pertahanan dan Keamanan (Hankam)

Antara Trigatra dan Pancagatra serta antar gatra itu sendiri terdapat hubungan timbal balik yang erat yang dinamakan keterhubungan (korelasi) dan ketergantungan (interdependensi). Selanjutnya dalam pembahasan perikehidupan nasional akan selalu digunakan pengelompokan aspek kehidupan nasional sesuai metoda Astagatra.
Ketahanan Nasional diselenggarakan secara realistis dan pragmatis, sesuai kemampuan dan keterbatasan yang ada serta pengembangan dan pertumbuhan gatra diusahakan seimbang dan serasi (ballanced growth). Dengan demikian melahirkan sifat-sifat Ketahanan Nasional Indonesia yaitu manunggal, dinamis, mandiri, kewibawaan serta mengutamakan musyawarah dan kerjasama. Dengan demikian Ketahanan Nasional Indonesia betul-betul terpadu dalam segala aspek Ketahanan.

INDUSTRI PERALATAN TEMPUR

Industri peralatan tempur yang dimiliki oleh Indonesia adalah PT. Pindad. Perusahaan ini berpusat di Jln. Gatot Soebroto di sekitar Kiaracondong Bandung. Perusahaan yang berbentuk Persero itu, yang memproduksi senjata dan peralatan militer, merupakan pemasok utama bagi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan kepolisian.

PT Pindad sudah mandiri dalam melakukan produksi senjata senapan serbu SS-1 (kaliber 5,56 mm x 45) yang semula merupakan produk lokal secara lisensi dari FN FNC produksi FN Belgia. Semua komponen SS-1 berbagai varian sepenuhnya sudah diproduksi oleh PT Pindad, sehingga suku cadangnya tak akan ada masalah lagi.
Bahkan dibandingkan dengan kebutuhan militer Indonesia yang mencapai lebih dari 800.000 pucuk SS-1 dari berbagai varian, sejauh ini produksi PT Pindad masih di bawah 500.000 pucuk. Ini berarti persero itu terus mendapat kepercayaan dan pesanan dari pemerintah atas produksi SS-1, di mana hampir semua elemen militer Indonesia sudah menggunakan untuk menggantikan berbagai produk senapan serbu generasi lama.
Ini belum termasuk pula produk terbaru, yaitu SS-2 yang sudah dipastikan dipesan pemerintah untuk menggantikan sejumlah senapan FNC dan M-16A1. Dengan semakin besarnya kepercayaan pemerintah menggunakan produk senjata ringan buatan Pindad, maka senjata ringan buatan asing semakin terbatas jumlahnya dan hanya digunakan untuk sejumlah kesatuan khusus.

Begitu pula dari produksi kendaran tempur. PT Pindad kini menjadi pusat perhatian dengan sudah diluncurkan dan dioperasikannya kendaraan taktis angkut personil (APC/armored personnel carrier) APR1-V1. Kendaraan itu kini dalam uji coba tempur sebenarnya di Aceh.

Pada tahun 2004, PT Pindad telah membuat senjata berat berikut amunisinya. Produknya yaitu, meriam artileri kaliber 76 mm, yang kemudian dilanjutkan kepada 90 mm, 105 mm, 120 mm, dst. Untuk kanon otomatis, diawali dengan kaliber 20 mm, lalu kemudian 30 mm dan 40 mm.

Pada produk komersial, PT Pindad ternyata cukup beruntung pula dan lebih pandai melihat peluang dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Mereka memproduksi sejumlah barang atau peralatan yang justru diperlukan untuk membangun perekonomian di Indonesia, dari produk forging & casting, mechanical, electrical, dan industrial engineering & service. Di antara produk andalan komersial, sejak dua tahun terakhir mereka mempunyai bisnis andalan produksi pabrik minyak sawit, untuk memanfaatkan luasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk mendukung bisnis perhubungan, PT Pindad memproduksi perlengkapan kereta api, mesin bubut, mesin pengolah kayu, perlengkapan kapal laut, komponen otomotif (sempat pula membuat mobil nasional Maleo yang nasibnya tak jelas lagi karena pengaruh politis), generator, berbagai produk pengecoran, bahkan mereka kini sedang mengembangkan industri plastik.

Para era globalisasi, persaingan bisnis akan dialami dalam berbagai sektor, termasuk pula industri persenjataan. Posisi PT. Pindad untuk tetap eksis lebih berpeluang, setidak-tidaknya diperoleh dari kebutuhan militer Indonesia yang semakin dituntut untuk mandiri, apalagi mengingat luasnya wilayah negara. Begitu pula dari bisnis produk komersil, berbagai dunia usaha di Indonesia setidaknya dapat memanfaatkan PT. Pindad, apalagi jika dihitung dengan faktor biaya yang akan lebih murah.

Namun demikian, bukan berarti PT Pindad lantas menjadi terlena dengan posisinya. Mereka kini justru semakin menyadari dan perlu berusaha semakin keras untuk eksis dengan selalu membuat inovasi, baik dalam produksi peralatan militer maupun produk komersil.

INDUSTRI PERTAHANAN KELAUTAN

Industri Pertahanan di sektor Kelautan, selama ini hanya terfokus pada PT. PAL saja. Padahal selama ini ada berbagai industri sejenis di Indonesia yang ada diantaranya PN DOK DAN PERKAPALAN, PT GALKAP KODJA, PT RUKINDO dan lain-lain. Padahal PT PAL saja selama ini belum mampu memberikan kontribusi yang meyakinkan bagi kebutuhan pertahanan sektor kelautan kita. Selama ini, PT. PAL baru menghasilkan 4 (empat) kapal perang Tipe FPB yaitu KRI HIU, KRI Todak dan KRI Layang serta yang terakhir KRI Lemadang. Selebihnya PT. PAL membangun kapal-kapal niaga.

Pada tahun 2004 PT. PAL membangun kapal sebanyak 17 buah. Pendanaan pembuatan kapal tersebut diperoleh dari kredit perbankan dengan menggunakan skema project financing. Sepanjang tahun 2003, PT PAL telah menghasilkan lima kapal niaga. Selain itu, PT PAL juga telah memodernisasi dua kapal patroli. Sumber dana untuk pembangunan kapal itu diperoleh dari kredit perbankan dengan menggunakan skema project financing.

Pada tahun 2005 PT. PAL telah peningkatan kapasitas galangan. Hal itu terkait dengan pesanan yang sudah mulai meningkat yaitu sampai 20 kapal baik dari dalam negeri maupun dari dalam negeri. Diantaranya 3 (tiga) buah pesanan dari Turki, 1 (satu) buah masing-masing pesanan dari Jerman dan Italia. Disamping itu, juga dilakukan kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menjalin kerjasama dengan PT. PAL Indonesia dalam bidang pembuatan prototipe kapal Patroli Cepat (KPC) 14 meter untuk kebutuhan pengguna dalam negeri terutama untuk pengamanan laut.
Sementara PT. Dok Perkapalan Kodja Bahari (Persero) (“DKB” atau “perusahaan”) aktivitasnya adalah membuat kapal dan memperbaiki serta perawatan. Perusahaan ini banyak menderita kerugian pada bisnis utamanya, sehingga perusahaan berkonsentrasi pada pekerjaan perbaikan dan perawatan kapal saja. Untuk itu perlu dilakukan optimasi kerja perusahaan dan pemanfaatan yang lebih baik untuk perawatan kapal-kapal perang.

INDUSTRI PERTAHANAN UDARA

Industri pertahanan udara Indonesia saat ini masih sebatas industri pesawat terbang PT. Dirgantara Indonesia yang kondisinya akhir-akhir ini begitu menyedihkan. Dimulai dari keputusan manajemen Dirgantara Indonesia untuk merumahkan 9.643 karyawan pada tgl. 12 Juli 2003 kemudian penyelesaian yang berlarut-larut masalah tenaga kerja ini menimbulkan krisis yang berkepanjangan menimpa industri pesawat terbang kebanggaan masyarakat Indonesia di awal 1990-an.

Namun, sebenarnya di tengah himpitan krisis PT. Dirgantara Indonesia sejauh ini masih memiliki kontrak pekerjaan yang masih berjalan dengan berbagai pemesan, yaitu pembuatan komponen sayap pesawat super jumbo Airbus 380 British Aerospace System Inggris senilai sekitar AS $ 90 juta dalam kontrak yang berjalan untuk 10 tahun, proyek komponen pesawat untuk Boeing dengan opsi yang juga dapat berjalan untuk 10 tahun, penyelesaian kontrak pesawat CN 235 : 4 unit senilai AS $ 49 juta pesanan Pakistan, 2 unit senilai AS $ 36 juta pesanan Tentara Diraja Malaysia, 2 unit pesanan perusahaan Asean Spirit dari Philipina. Disamping 3 unit CN-235 pesanan TNI AU dan 3 unit CN-212 pesanan TNI AL. Dengan beban kerja seperti itu total kapasitas kerja pabrik yang terserap adalah sekitar 85%.

Airbus A-380 adalah pesawat mutakhir berkapasitas 555 penumpang yang termuat dalam 2 "deck"/lantai pesawat layaknya super jumbo jet, yang dianggap sebagai pesawat masa depan yang merebut dominansi pesawat kelas super jumbo Boeing 747. Pada bulan April yang lalu saat penyerahan perdana komponen Airbus 380 pihak British Aerospace mengungkapkan kepuasannya atas kualitas produk buatan PT Dirgantara Indonesia, selain penyerahan order yang tepat waktu. Kemampuan teknologi dalam bidang disain dan manufaktur yang dicapai PT Dirgantara Indonesia adalah suatu kekayaan karya cipta rekayasa teknik nasional yang sungguh sayang jika disia-siakan. Dibandingkan dengan sektor industri lainnya: otomotif, elektronika, logam, kimia, pertanian, informatika dan kesehatan maka industri pesawat terbang sudah membuktikan bisa mencapai prestasi tinggi yang menjadikannya sebagai satu-satunya industri dirgantara di kawasan Asia Tenggara.

Maka menjadi hal yang wajar seandainya pada akhirnya industri penerbangan Dirgantara Indonesia adalah masih pantas untuk diselamatkan Pemerintah. Langkah yang dilakukan dengan prioritas teratas atas asset berupa tenaga SDM yang berkeahlian bidang teknologi "advance" - teknik pesawat terbang dan teknologi manufacturing industry - disamping keberadaan peralatan industri rancang bangun pesawat terbang yang berteknologi amat "sophisticated" guna dipadukan dalam satuan divisi produksi yang secara potensial bernilai jual tinggi serta kompetitif, seperti: manufaktur komponen pesawat terbang, pusat perawatan pesawat, pusat rekayasa teknik industri pembuatan perkakas presisi.

KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

Memproduksi senjata menjadi tuntutan sejumlah negara di dunia. Kemandirian ini bukan sekadar menghemat biaya, juga untuk menghindari tekanan negara produsen besar senjata yang sering ikut campur lebih jauh urusan pertahanan. Tuntutan ini disadari pula oleh Indonesia. Sejak sepuluh tahun terakhir Indonesia berupaya memenuhi kebutuhan senjata militer secara lebih mandiri, terutama senjata ringan untuk pasukan infanteri dan kepolisian. Beruntung sejak lama RI memiliki industri senjata ringan sendiri, yaitu PT Pindad (Persero). Industri senjata yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda tersebut (usianya sekira 96 tahun), kini semakin terasa perannya untuk memenuhi kebutuhan senjata ringan militer Indonesia (TNI/Tentara Nasional Indonesia).

Pada sisi lain, dari sejumlah pengalaman terlalu bergantungnya militer kepada produk asing, memberikan pengaruh lain yang kurang baik. Di antaranya, tak jarang terjadi ketidaksesuaian produk senjata yang digunakan dengan karakteristik pasukan dan kondisi alam suatu negara. Dengan diproduksinya senjata secara mandiri oleh PT Pindad, maka kesesuaian dengan kebutuhan militer Indonesia diharapkan semakin terpenuhi.

Untuk industri pertahanan yang lain seperti industri dirgantara yang merupakan bagian utama dari industri pertahanan udara memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga wilayah udara Indonesia dari ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan negara lain. Berbagai kontribusi positif telah dijelaskan di depan, sehingga tidak ada keraguan bahwa industri dirgantara yang keberadaannya saat ini sangat memprihatinkan harus diupayakan untuk dipertahankan.

Industri pertahanan di laut yang diwakili oleh PT PAL juga memiliki peran yang tidak kalah strategis dalam penyediaan kebutuhan kapal perang untuk kepentingan menjaga wilayah lautan Indonesia yang sangat kaya akan aneka ragam hayati kelautan.
Kondisi dari ketiga ranah industri tersebut, yaitu industri peralatan militer, dirgantara dan kelautan.memerlukan dukungan semua pihak baik dari pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, kalangan dunia usaha, lembaga penelitian dan seluruh lapisan masyarakat. Peran pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat terutama pada regulasi dan kebijakan terkait dengan pemberian kredit dengan bunga lunak, pemasaran dalam negeri maupun hubungan antar negara untuk menggunakan produk peralatan militer buatan Indonesia (Goverment to Goverment). Disamping itu juga terkait dengan dukungan terhadap pendanaan dan kebijakan terhadap lembaga penelitian seperti BPPT, LIPI dan lembaga penelitian yang dimiliki perguruan tingggi. Sebab dari kerjasama dan hasil penelitian yang dilakukan lembaga-lembaga penelitian tersebut, akan menghasilkan penguasaan teknologi produksi peralatan militer yang lebih baik dan yang tidak kalah penting adalah penguasaan teknologi pengolahan bahan baku industri pertahanan.

DAYA SAING INDUSTRI PERTAHANAN

Membangun eksistensi industri senjata tak mudah. Pasalnya, perdagangan senjata tak dapat disamakan dengan bisnis produk lain yang secara leluasa diperdagangkan secara bebas. Bisnis senjata sering terbentur banyak faktor, terutama politik. Belum pula, kebanyakan pembelian senjata dari pemerintah di berbagai negara berdasarkan sistem anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pada sisi lain, industri senjata, khususnya senjata ringan, kini bertumbuhan di berbagai negara sehingga persaingan semakin ketat. Akibatnya banyak industri senjata di dunia yang mengalami nasib kurang baik. Penyebabnya, selama ini mereka terlalu menggantungkan kelangsungan perusahaan dari bisnis inti, yaitu produksi senjata.
Dibandingkan industri senjata negara lain, khususnya dari sesama negara Asia Tenggara, industri pertahanan Indonesia sebenarnya memiliki prospek yang bagus. Setidaknya, untuk mengejar Singapura dan Malaysia yang sudah melakukan "lompatan" ke depan dalam produksi peralatan militer, baik senjata maupun kendaran angkut pasukan masih bisa dilakukan asalkan dengan kerja keras dan dukungan pendanaan yang cukup.serta dukungan penelitian dan pengembangan produk yang semakin memadai.
Sebagai gambaran, Singapura sudah mampu membuat meriam artileri kaliber 155 mm, beberapa pucuk diantaranya sudah dibeli TNI dan ditempatkan di Cimahi. Belum pula industri senjata ringan, misalnya senapan otomatis regu Ultimax-100 (kaliber 5,56 mm x 45) yang sudah diekspor ke sejumlah negara, bahkan digunakan sebagai salah satu standar senjata pasukan AS dan juga TNI. Sedangkan Malaysia sudah lebih dahulu membuat kendaraan angkut personel, bahkan ukurannya lebih besar dibandingkan produksi PT Pindad. Industri senjata di sana dipercayakan kepada swasta, dengan sokongan pemerintah dan kerjasama dengan berbagai pabrik senjata di Inggris.
Sedangkan Korea Selatan mempunyai perusahan Daewoo, yang bukan hanya sebagai produsen mobil dan barang-barang elektronik. Daewoo juga adalah produsen senjata ringan bagi militer negaranya, yaitu senapan K1 dan K2, bahkan kapal selam. Begitu pula di Jepang, Mitsubishi bukan hanya dikenal sebagai produsen mobil, alat-alat generator, dan lain-lain, dia juga membuat pesawat tempur Mitsubishi F-1 yang digunakan untuk pasukan bela diri Jepang, tank, dan lain sebagainya.
Melihat peta seperti itu, industri pertahanan Indonesia sebenarnya lebih beruntung karena memiliki peluang dan bisa menjadi perusahaan yang lebih besar dan eksis. Industri pertahanan Indonesia perlu melakukan diversifikasi usaha, dimana mereka pun mengembangkan bisnisnya yang diarahkan berimbang dengan produk komersial sehingga pada gilirannya mampu bersaing dan tumbuh menjadi industri pertahanan yang disegani di kalangan Asia.

KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN MENUJU KONDISI KETAHANAN NASIONAL YANG SEMAKIN MANTAP

Pada tataran konsepsi, ketahanan nasional merupakan suatu metoda tentang masalah pengaturan dan pembinaan aspek-aspek kehidupan nasional. Metoda yang digunakan adalah metoda Astagatra yang terdiri dari 2 (dua) aspek yaitu aspek alamiah dan aspek sosial/kemasyarakatan :

a. Tinjauan Aspek Alamiah.
Pada aspek ini mencakup 3 (tiga) unsur/Gatra yaitu :

1) Gatra Geografi. Kedaulatan dan keutuhan negara semakin terjaga dengan tersedianya peralatan pertahanan tanpa takut diembargo oleh negara-negara superpower yang seringkali melakukan kegiatan embargo peralatan militer maupun suku cadang militer secara sepihak tanpa adanya koordinasi dengan Negara Indonesia hanya karena perbedaan persepsi tentang HAM. Padahal, kondisi geografi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, bergunung-gunung, dataran dan pantai yang panjang merupakan kekhasan Indonesia yang tidak dimiliki umumnya negara-negara lain. Kondisi ini menuntut peralatan pertahanan yang khas juga. Sehingga hal ini justru memberikan ruang bagi upaya pengembangan Industri pertahanan yang khas Indonesia misalkan untuk tank, kapal-kapal patroli dan pesawat intai tertentu yang cocok untuk dipergunakan pada kondisi geografi seperti ini.
Dengan demikian, ditinjau dari segi geografi, kemandirian industri pertahanan Indonesia yang khas, akan menyulitkan negara lain yang hendak menyerang Indonesia dan merongrong kewibawaan negara Indonesia. Hal inilah yang memperkuat tesis bahwa kemandirian industri pertahanan Indonesia akan meningkatkan kemantapan ketahanan nasional.

Untuk itu diperlukan kesungguhan dan kerja keras semua pihak terkait, terutama kalangan lembaga penelitian seperti LIPI, BPPT, LAPAN dan Perguruan Tinggi serta lembaga penelitian industri pertahanan dan militer untuk bahu membahu melakukan penelitian dan pengkajian untuk meningkatkan penguasaan industri pertahanan agar semakin mandiri.

2) Gatra Demografi. Jumlah penduduk yang mencapai 200 juta jiwa dengan beragam suku, agama, adat istiadat dan struktur umur penduduk Indonesia merupakan aset yang besar untuk memperkokoh kekuatan industri pertahanan. Karena dengan struktur demografi seperti ini, memungkinkan untuk merancang berbagai jenis persenjataan yang sesuai dengan potensi demografis yang dimiliki masyarakat. Sehingga keanekaragaman produk/varian dari industri pertahanan dapat semakin meningkatkan ketahanan nasional Indonesia sesuai dengan karakteristik masyarakatnya yang heterogen. Disamping itu, dari 200 juta penduduk memungkinkan untuk tumbuh dan berkembangnya potensi masyarakat menjadi kekuatan yang memiliki kemampuan yang tingggi dalam teknologi pertahanan asalkan diberikan kesempatan dan dukungan yang memadai bagi anak bangsa untuk berkarya mengembangkan kemampuan dalam penguasaan teknologi. Dengan banyaknya anak bangsa yang berkarya dalam pengembangan industri pertahanan akan meningkatkan kebanggaan dan kemampuan serta posisi tawar baik secara pribadi maupun secara nasional terhadap pertahanan negara beserta perlengkapannya yang mereka ciptakan itu. Sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kekuatan ketahanan nasional. Dengan demikian kondisi ketahanan nasional Indonesia akan terdukung dari kondisi kemandirian industri pertahanan jika ditinjau dari sisi demografis Indonesia yang besar, beranekaragam dan unik itu.

3) Gatra Kekayaan Alam. Kekayaan alam yang banyak sangat mendukung pencapaian kemandirian industri pertahanan. Pada industri pertahanan yang mandiri, baik bahan baku maupun teknologi yang digunakan hendaknya menggunakan komponen lokal. Dengan tersedianya komponen lokal terutama bahan-bahan logam akan sangat menguntungkan dalam upaya pencapaian kemandirian industri pertahanan. Sehingga kekayaan alam yang melimpah akan mendorong percepatan pencapaian kemandirian industri pertahanan.

Di sisi lain, justru kemandirian industri pertahanan yang dicapai dapat mendukung upaya melestarikan kekayaan alam. Sebab dengan kemandirian industri pertahanan dapat dipenuhi kebutuhan peralatan pertahanan negara baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan tercukupinya kebutuhan peralatan pertahanan ini dapat digunakan seoptimal mungkin dalam menjaga wilayah dan alam Indonesia beserta kekayaan yang ada di dalamnya. Sehingga akan dapat memperkokoh kondisi ketahanan nasional. Dengan demikian, jika ditinjau dari unsur kekayaan alam kemandirian industri pertahanan dapat meningkatkan kondisi ketahanan nasional.

b. Tinjauan Aspek Sosial/Kemasyarakatan :

Pada aspek ini mencakup 5 (lima) unsur/gatra, yaitu :

1) Gatra Ideologi. Pencapaian kemandirian industri pertahanan membawa dampak positif bagi kekokohan ideologi negara. Sebab dengan ketidaktergantungan dari pasokan senjata/peralatan militer dari negara lain dapat mengurangi kecenderungan untuk mengikuti suatu blok/persekutuan negara-negara dengan ideologi yang sama dari negara-negara produsen senjata dan peralatan militer. Sehingga ideologi yang dianut negara Indonesia dapat terjaga dari ideologi negara lain. Dan pada gilirannya dapat semakin memperkuat kondisi ketahanan nasional.

2) Gatra Politik. Jika ditinjau dari unsur politik kemandirian industrin pertahanan memiliki nilai strategis dalam menanggulangi tekanan maupun campur tangan negara lain yang menjadi pemasok/produsen senjata dan peralatan militer. Sehingga negara Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas aktif bahkan semakin dapat berperan dalam menjaga perdamaian, keseimbangan dan keteraturan dunia tanpa khawatir akan tekanan dan campur tangan negara lain. Hal ini akan sangat berdampak bagi politik dan strategi nasional yang akan berkontribusi bagi ketahanan nasional.

3) Gatra Ekonomi. Kemandirian industri pertahanan dapat membawa dampak yang baik bagi perekonomian nasional. Di satu sisi akan mengurangi belanja negara untuk keperluan persenjataan dan peralatan militer yang sangat besar seperti pembelian tank, pesawat tempur maupun kapal perang. Di sisi lain dapat meningkatkan devisa negara jika ada negara lain yang membutuhkan senjata maupun peralatan militer lainnya. Dengan demikian dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional dan lebih jauh lagi dapat meningkatkan perekonomian negara. Peningkatan perekonomian negara akan berdampak pada kesejahteraan dan ketidaktergantungan dari negara lain atau kemandirian. Kondisi seperti ini akan semakin memperkokoh ketahanan nasional dari sudut pandang perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.

4) Gatra Sosial Budaya. Dengan adanya kemandirian industri pertahanan akan membawa dampak yang sangat besar dalam masyarakat Indonesia. Kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia menjadi semakin kokoh karena kerentanan dari kehidupan sosial budaya sebagai bangsa yang mandiri dan memiliki harga diri sebagai negara yang tidak tergantung pada negara lain dalam suplai senjata dan peralatan militer akan dapat terjaga. Dengan demikian negara Indonesia dapat menjadi negara yang semakin berkarakter yang tidak begitu saja terpengaruh dari negara lain.

5) Gatra Pertahanan dan Keamanan (Hankam). Pada gatra pertahanan dan keamanan ini, implikasi langsung dari kemandirian industri pertahanan akan sangat terasa. Sebab, dengan kemandirian industri pertahanan memberikan keleluasaan bagi aparat pertahanan dan keamanan untuk mengimplementasikan tugas pokoknya di lapangan tanpa adanya kekhawatiran embargo maupun campur tangan dari negara lain yang bahkan dapat menghambat pencapaian tugas pokoknya. Sehingga pada gilirannya dapat dicapai kondisi ketahanan nasional Indonesia.

Secara keseluruhan, kemandirian industri pertahanan akan membawa dampak pada 3 (tiga) unsur pada aspek alamiah dan 5 (lima) unsur pada aspek sosial/kemasyarakatan yang utuh, saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga akan menghasilkan kondisi ketahanan nasional yang semakin kokoh.

Selasa, 02 Februari 2010

KEKUATAN UDARA INDONESIA YANG TANGGUH (IMPIAN YANG MENJADI KEHARUSAN

Secara geografis, Indonesia berada di posisi silang dunia yaitu di antara dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik) dan di antara dua Benua (Asia dan Australia) yang terbentang dari 95° Bujur Timur sampai dengan 141° Bujur Timur dan mulai 6° Lintang Utara sampai dengan 11° Lintang Selatan. Luasnya hampir sama dengan luasnya benua Eropa. Dengan kondisi tersebut, Indonesia harus dapat mempertahankan kepentingan nasionalnya dan menjaga Negara dari berbagai ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan yang akan mengganggu stabilitas nasional[i].


Untuk itu, diperlukan sebuah sistem pertahanan Negara yang kuat. Saat ini, Indonesia menganut sistem pertahanan yang bersifat semesta, melibatkan seluruh warga Negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya serta disiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total dan terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan. Sebenarnya pertahanan semesta yang Indonesia anut ini masih bersifat land based concept, konsep yang berorientasi pada daratan. Sehingga cukup rentan terhadap ancaman yang datang dari luar dan dalam negeri mengingat luasnya laut dan udara yang dimiliki.


Syarat mutlak dalam pertahanan negara sebenarnya adalah penguasaan terhadap darat, laut dan udara Indonesia. Untuk itu, salah satu bagian penting dalam meningkatkan pertahanan negara adalah memperkuat kekuatan udara yang Indonesia saat ini miliki. Sebagaimana beberapa pendapat mengatakan bahwa, untuk dapat menguasai darat dan laut, maka harus terlebih dahulu menguasai udara[ii]. Terbukti dalam Perang Pasifik di Perang Dunia II, dimana Jepang dapat dengan cepat menguasai Jawa dikarenakan takutnya kekuatan sekutu atas penguasaan udara oleh Jepang. Setiap Angkatan Laut sekutu selalu teringat nasib Kapal Perang Repulse dan Prince of Wales, yang dihancurkan oleh kekuatan udara Jepang. Terbukti pula kekalahan Jepang di perang tersebut karena Jepang tidak mampu mempertahankan penguasaan udaranya di Pasifik[iii]. Oleh karena itu, untuk memperkuat pertahanan Nasional, maka mutlak Indonesia memperkuat kekuatan udaranya.


Sesungguhnya, kebijakan pertahanan nasional Indonesia mengacu pada tiga hal yaitu perlindungan wilayah/teritorial, kedaulatan, dan keselamatan bangsa. Untuk memenuhi kepentingan pertahanan nasional tersebut, Indonesia harus memperhatikan dua hal penting. Pertama, faktor geostrategis negara baik ke dalam dan keluar. Ke dalam, yaitu untuk menciptakan sistem pertahanan nasional yang mumpuni yang berdasarkan kesatuan kekuatan yang dapat melindungi 17 ribu lebih pulau dengan luas 7.7 juta Km2 (termasuk wilayah zona ekonomi eksklusif) dengan panjang pantai sekitar 80 ribu kilometer. Upaya bela negara bagi negara kepulauan seperti Indonesia berarti juga mempertahankan kedaulatan maritim dan sumber daya yang berada di dalamnya. Keluar, untuk menciptakan faktor penangkal yang kuat kepada pihak eksternal, paling tidak melalui pengembangan kemampuan surveillance dan reconaissance. Kedua, sistem dan strategi pertahanan nasional harus memperhatikan perubahan dan perkembangan dunia internasional, terutama perubahan sifat perang, sifat dan bentuk ancaman dalam dunia yang digerakkan oleh perkembangan pesat di bidang teknologi dan komunikasi. Perang modern, dengan pengecualian perang untuk menggulingkan suatu rejim, tidak lagi didominasi perang teritorial yang dilakukan dengan konsep-konsep perlawanan bersenjata secara gerilya, melainkan merupakan perang yang menekankan penghancuran infrastruktur vital atau center of gravity. Perkembangan ini mau tidak mau haruslah mengubah cara pandang/paradigma pertahanan negara Indonesia sebagai negara kepulauan. Kalaupun pemikiran-pemikiran atas dasar land-based strategy masih dipertahankan, strategi ini akan berjalan efektif dengan dukungan kekuatan udara dan laut. Dalam sejarahnya, terutama sejak abad ke 20, kekuatan darat selalu menghadapi kesulitan dalam menghadapi kekuatan udara yang tangguh[iv]. Terbukti pada perang Teluk tahun 1991, dimana kekuatan udara menunjukkan superioritasnya terhadap kekuatan lainnya. Sebaliknya, bahkan dalam apa yang disebut sebagai low-intensity conflict pun kekuatan udara mempunyai keunggulan atas kekuatan darat yang menggunakan taktik perang gerilya, terutama dalam aspek mobilitas, pengintaian udara, kemampuan pukul balik yang cepat. Dewasa ini kelihatan bahwa kekuatan laut pun harus didukung oleh kekuatan udara untuk keberhasilan misi-misi mereka. Lebih jauh, kemajuan teknologi informasi dan persenjataan, misalnya munculnya rudal-rudal balistik, telah mengaburkan batas-batas teritorial dan sifat perang menjadi lebih cepat, negara makin rawan terhadap serangan medadak, dan memerlukan kekuatan yang kuat, siaga dan efektif.


Saat ini ancaman sangat menyebar dan bergerak dengan cepat, serta bersifat multidimensional. Sifat dan bentuk ancaman menjadi makin kompleks terutama dengan memperhatikan posisi geografis Indonesia. Indonesia sedang dan akan menghadapi masalah-masalah baru yang tidak dapat dihindarkan misalnya migrasi ilegal, perdagangan obat bius dan obat-obat terlarang lain, pencucian uang, pencurian ikan, perdagangan gelap yang lain, serta terorisme internasional.


Perkembangan-perkembangan ini telah merubah cara pandang dalam pemikiran dan perencanaan strategis yang mengarah pada kebutuhan akan kekuatan yang terlatih dan dilengkapi dengan kemampuan untuk bergerak cepat. Dalam kaitan ini kekuatan udara akan mempunyai peran yang sangat penting dan strategis karena kecepatan dan fleksibelitasnya[v]. Dalam perkembangan terakhir, dapat dibuktikan dominasi kekuatan udara dalam peperangan modern. Kekuatan udara telah berhasil menciptakan situasi dan mempengaruhi bagaimana perang dilakukan, menyediakan berbagai pilihan-pilihan operasi militer, bahkan membendung musuh tidak hanya dalam pertempuran, melainkan juga dalam mengembangkan strategi mereka secara umum. Perwujudan kekuatan udara sendiri harus dapat menjamin kemenangan peran udara pada setiap konflik yang ada[vi].


Argumen di atas tidak untuk menolak pentingnya kekuatan darat sebab bagaimanapun kekuatan udara tidak akan pernah mampu melakukan penguasaan daratan. Melainkan untuk menegaskan bahwa kekuatan udara merupakan kekuatan utama yang membentuk paradigma tentang perang dan perencanaannya, pengorganisasian, penyusunan, dan komando kekuatan militer, terutama bagi negara-negara yang mempunyai wilayah kepulauan sangat luas dan menyebar.


Sistem pertahanan Indonesia didasarkan atas doktrin pertahanan semesta yang baik dilihat dari sisi sejarah maupun strategi militer, mengandung tiga masalah, pertama bahwa doktrin ini masih mempunyai implikasi politik dalam arti luas yang sangat kental, meskipun secara formal dwifungsi sudah dihapus. Anggota legislatif dan sebagian masyarakat masih sangat alergi dengan bahasa tersebut. Dikhawatirkan, dapat memperburuk kemampuan pencapaian tujuan pertahanan nasional Indonesia. Kedua, sistem pertahanan yang bertumpu pada matra kekuatan darat perlu ditinjau lagi karena tidak sesuai dengan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan membuat pertahanan militer Indonesia sangat terbuka terhadap ancaman udara dan maritim serta serangan musuh. Sangat sulit mempertahankan pulau demi pulau dibandingkan dengan luasnya Indonesia. Akan lebih masuk akal bila pertahanan dimulai dengan penguasaan udara dan laut Indonesia. Ketiga, Sistem pertahanan semesta bukan saja dianut oleh Indonesia. Singapura memiliki apa yang disebut pertahanan semesta tersebut. Sewaktu-waktu, seluruh rakyat Singapura bisa saja menjadi tentara bila keadaan negaranya terancam. Demikian juga dengan negara-negara lain yang memiliki dinas wajib militer. Land-based strategy dalam sistem pertahanan semesta di Indonesia harusnya merupakan pilihan terakhir.


Untuk itu harus dilakukan restrukturisasi. Restrukturisasi sistem pertahanan Indonesia harus semata-mata berdasarkan pada kepentingan pertahanan (defence), bukan politik. Sebagai negara kepulauan yang terbuka, maka harusnya Indonesia mengembangkan strategi pertahanan yang bersifat active defence yang harus ditopang oleh kekuatan udara yang memadai. Active defence bisa berperan sebagai faktor penangkal yang efektif (deterrence factor).


Impian penulis, untuk menjaga luasnya wilyah NKRI dengan menggunakan kekuatan udara sebagai faktor penangkal efektif, Indonesia dapat dibagi menjadi 3 (tiga) Divisi Udara, Divisi Udara I Elang (wilayah Barat berpusat di Medan), Divisi Udara II Rajawali (wilayah Tengah berpusat di Madiun) dan Divisi Udara III Garuda(wilayah Timur berpusat di Makasar). Setiap divisi udara, membawahi beberapa wing dengan kekuatan sebagai berikut:


Wing Tempur, terdiri atas:

- 3 (tiga) skadron tempur strategis dengan pesawat F-16 C/D atau Su 27/30

- 3 (tiga) skadron tempur taktis dengan pesawat Mig 25

- 1 (satu) skadron taktis ringan/COIN dengan pesawat Super Tocano

Wing Bomber, terdiri atas :

- 1 (satu) skadron bomber strategis dengan pesawat T60S

- 1 (satu) skadron bomber taktis dengan pesawat Su 25

Wing Intai, terdiri atas :

- 1 (satu) skadron intai strategis dengan pesawat Global Hawk

- 1 (satu) skadron intai taktis dengan pesawat UAV

- 1 (satu) skadron kodal dengan pesawat A 50

- 1 (satu) skadron pernika dengan pesawat Su 330 modif Pernika

Wing Angkut, terdiri atas :

- 2 (satu) skadron transport berat dengan pesawat C-130 J

- 3 (tiga) skadron transport ringan dengan pesawat CN 235M

- 3 (tiga) skadron helly dengan pesawat Super Puma


Sebagai pertimbangan, pesawat F-16 C/D dapat saja digantikan dengan Mirage 2000-5, mengingat Perancis sebagai negara pabrikan tidak terlalu rumit dalam penjualannya. Akan menjadi lebih baik, bila Typhoon dapat menjadi kekuatan utama tempur kita. Sedangkan pesawat Hawk 109/209 yang dimiliki Indonesia ini dapat dijadikan sebagai pesawat tempur latih sekaligus kekuatan cadangan yang dapat dilibatkan juga dalam berbagai operasi. Sedangkan pesawat tanker dapat saja diadakan hanya 2 (dua) skadron yang berkedudukan di Halim dan di Makasar. Khusus pengamanan Ibukota, berada di bawah tanggung jawab wilayah tengah, dengan menempatkan 1 (satu) Skadron Tempur di Madiun. Apabila diperlukan, dapat saja kekuatan udara ditambahkan dengan 1(satu) skadron intai maritim-bomber-anti submarine di tiap divisi udara dengan pesawat Su-34. Pertimbangan penggunaan pesawat ini adalah karena dapat terbang selama 4000 km atau 8 jam non stop tanpa pengisian bahan bakar[vii].


Idealnya, upaya perkuatan udara seperti di atas dilakukan setelah defence review yang didahului analisis mengenai lingkungan strategis, potensi ancaman, dan tantangan keamanan ke depan. Dari analisis ini lahir titik-titik rawan wilayah Indonesia yang dijadikan dasar bagi pengembangan kekuatan militer. Untuk mengatasi titik-titik rawan hasil analisis tersebut perlu dikembangkan wilayah pertahanan yang mengarah pada pengembangan strategi defence in-depth di mana kekuatan udara (dan laut) akan menjadi kekuatan utama dalam zona pertahanan pertama dan kedua. Kebutuhan minimum pertahanan dalam strategi dan zona pertahanan ini adalah pengintaian dan pengamatan udara yang dapat memberikan suatu peringatan dini dan analisis tentang intensi (maksud)[viii]. Ini bisa dicapai dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pengintaian secara terus-menerus sehingga ditemukan pola perilaku. Dalam bidang pertahanan, pengamatan udara berperan tiga hal: peran strategis, informasi intelijen, kontribusi pada operasi militer.


Gambaran di atas barangkali kelihatan ideal, tetapi sekaligus merupakan kebutuhan/tuntutan ke depan[ix]. Indonesia harus menerapkan strategi pertahanan yang sesuai dengan posisi geo-strategis dan perkembangan-perkembangan internasional yang melahirkan beragam bentuk dan sifat ancaman. Gambaran tentang perlunya pengembangan kekuatan udara tentu tidak terbatas pada masalah-masalah di atas. Perlu perumusan kebijakan atas dasar pertimbangan atau prioritas aspek mana yang harus diperkuat. Selain itu, ada implikasi finansial, politik, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan sistem pertahanan secara keseluruhan[x]. Ini semua membutuhkan komitmen politik nasional dari semua stakeholders terutama terhadap reformasi bidang keamanan. Jadi, sebenarnya kebutuhan pertahanan tidak pernah lahir secara mendadak. Ia merupakan hasil dari analisa lingkungan strategis yang dirumuskan dalam kebijakan pertahanan dan selanjutnya dijabarkan dalam program pertahanan dengan implikasi penganggaran dalam kerangka kerja sistem politik.



[i] Kolonel Sus Kisenda, Dasar Strategi dan Anatomi Konflik, Sekkau, 2009

[ii] Ahmad Irvan, 10 Hal tentang Kekuatan Udara, irvan99.blogspot.com

[iii] PK Ojong, Perang Pasifik, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2001

[iv] Edy Prasetyono, 2008, Kekuatan Udara dan Pertahanan Nasional, http://www.propatria.co.id

[v] Vademicum Opslat NI AU, Kampanye Udara, SMART Institute, Yogyakarta, 2008

[vi] Naskah Sekolah Air Power, Sekkau, 2008, hal 10

[vii] Forum, Membuat Air Power, www.tni-au.mil.id/forum/

[viii] Naskah Sekolah Air Power, Sekkau, 2008 hal 16

[ix] Connie Rahakundini, Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, arbiesfamily.multiply.com

[x] Naskah Sekolah Kekuatan Dirgantara Indonesia, Sekkau, 1998

Kamis, 30 April 2009

Topik Apa yang Menarik dari TNI AU untuk Media Massa?


Salah satu keunggulan media massa adalah dapat memberikan efek pembentukan citra baik individu maupun kelompok. Sebuah citra akan terbentuk berdasarkan informasi yang terima oleh masyarakat kemudian media massa bekerja untuk menyampaikan informasi kepada khalayak, informasi dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra. Peranan citra menjadi penting bagi TNI AU mengingat dalam situasi tertentu Opini Publik merupakan kekuatan dahsyat yang dapat mempengaruhi baik atau buruk sebuah citra. Harus diakui bahwa media massa yang dioptimalkan pemanfaatannya dapat mendukung berbagai kebijakan baik Pemerintah maupun Institusi atau suatu lembaga tertentu dalam mensosialisasikan programnya sekaligus sebagai upaya pembangunan citra positif .

Mencermati keunggulan yang dimiliki secara khusus oleh media massa dan secara umum dengan adanya perkembangan teknologi informasi, bagi TNI AU adalah kesempatan untuk mengoptimalkan pemanfaatannya. Ada peluang yang dapat diambil dari kondisi yang berkembang saat ini, karena perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh TNI AU untuk membangun dan mengembangkan dirinya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara.


Selain adanya peluang juga kendala yang harus dihadapi oleh TNI
AU adalah menyikapi kemajuan teknologi informasi dengan yang masih terbatas dan dibatasi oleh berbagai kebijakan pemerintah. Sementara itu pula kemajuan teknologi informasi sampai saat ini belum menjadi bagian yang didudukkan sesuai dengan porsinya yang tepat, sehingga bagi Dinas Penerangan TNI AU bertanggungjawab dalam pemanfaatan teknologi informasi, sampai saat ini belum mampu bekerja secara optimal dalam upaya peningkatan citra positif melalui pemanfaatan media massa.


Beberapa faktor eksternal yang mendasari belum optimalnya dalam pemanfaatan media massa oleh TNI
AU yaitu kurangnya partisipasi media massa dalam pemberitaan TNI AU sesuai harapan, belum terbangunnya hubungan psikologis antara TNI AU dan media massa serta adanya kepentingan subjektif media massa khususnya pemilik media massa yang terkadang kurang menguntungkan bagi TNI AU.

Adapun beberapa berita yang dapat dijual kepeda masyarakat umum melalui media massa adalah antara lain :

a. Perkembangan Teknologi. TNI AU acap kali diidentikan dengan kemajuan teknologi, oleh karena itu masyarakat akan menjadi tertarik apabila perkembangan tenologi itu dapat disebarkan kepada masyarakat.

b. Olahraga Dirgantara. Saat ini, perkembangan olahraga dirgantara cukup baik, walaupun olahraga tersebut masih identik dengan olahraga mahal dan eksklusif. Akan tetapi, TNI AU dapat menjual keeksklusifan tersebut kepada masyarakat, sehingga masyarakat menjadi senang dan tertarik. Masyarakat dibrikan berita tentang terjun payung, para layang dan hal – hal yang menyenangkan tentan olahraga dirgantara.

c. Operasi dan Latihan TNI AU. Kegiatan Operasi dan Latihan yang diadakan oleh TNI AU adalah barang yang super eksklusif dan sangat mahal penyelenggaraannya. Oleh karena itu, tingkat ketertarikan masyarakat terhadap berita tersebut akan sangat tinggi. Masyarakat akan sangat menunggu berita tentang kecanggihan peralatan, ketepatan pengeboman dan keindahan gerak pesawat dalam berperang yang kesemuanya itu terdapat dalam operasi dan latihan seperti Angkasa Yudha, Jalak Sakti, Rajawali Perkasa dan lain sebagainya.

d. Karbol AAU. Salah satu ikon Tni AU adalah Karbol AAU. Para pemuda calon pimpinan TNI AU ini masih dianggap idola bagi sebagian besar pemuda Indonesia. Setiap kegiatannya akan menarik perhatian publik, baik Cakra Wahana Paksa, Latiha Sea and Jungle Survival, terutama Drumband Karbol AAU Gita Dirgantara. Seluruh kegiatan Karbol AAU akan tetap menarik dan menjadi berita hangat yang akan menjadi santapan lezat bagi publik Indonesia.