Dewasa ini perubahan-perubahan mendasar di lingkungan global, regional, maupun nasional bergerak begitu cepat. Percepatan kecenderungan ini menimbulkan pola-pola hubungan baru antar manusia dan kelompok manusia yang kemudian dikenal sebagai era kesejagatan. Suatu era serba terbuka yang telah melahirkan model baru kapitalisme yang di dalam prakteknya didasari pada kecanggihan teknologi dan budaya informasi.
Realitas ini mencirikan perubahan yang cukup fundamental. Sumber daya industri dan ekonomi telah berkembang. Ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi merupakan sumber daya, barang modal yang tidak terelakkan.
Juga terdapat kecenderungan pergerakan individu, investasi, industri dan informasi yang begitu leluasa melintas batas-batas negara. Sangat sulit bagi pemerintah mengendalikan arus investasi ke dalam dan ke luar negeri, relokasi industri dari suatu negara ke negara lain bila hanya dengan instrumen yang biasa-biasa saja, serta penyebaran informasi yang masuk ke setiap bagian tanah air melalui kecanggihan teknologi komunikasi.
Sementara itu, untuk sistem pertahanan yang dipunyai negara-negara Asia, negara-negara ini tinggal meningkatkannya. Asia diprediksi merupakan potensi pasar dan sistem pertahanan yang menggiurkan dan menjadi arena persaingan industri pertahanan dunia.
Fakta perubahan ini memacu industri pertahanan yang berorientasi ke depan yaitu menyiapkan orientasi baru yang secara konsisten tetap mengacu pada tiga tahap strategi pengembangan, yaitu : tahap penyiapan sarana dan prasarana untuk penguasaan teknologi dan proses industrialisasi, tahap penguasan teknologi dengan pencapaian standar kualifikasi industri pertahanan serta kemandirian rekayasa dan rancang bangun sehingga dapat memenuhi kebutuhan peralatan/persenjataan untuk kepentingan pertahanan tanpa tergantung pada negara lain yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan pertahanan dan posisi tawar negara di mata negara lain.
KETAHANAN NASIONAL
Pengertian/definisi Ketahanan Nasional (Tannas) merupakan kondisi dinamis suatu Bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Perjuangan Nasionalnya. Ketahanan Nasional dapat dipandang dari dalam sudut pandang Geopolstra Bangsa Indonesia, yang menyatakan bahwa untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, bangsa Indonesia mengandalkan kepada suatu kemampuan yang tumbuh dari semua aspek kehidupan bangsa (Wawasan Nusantara, Geopolitik dan Geostrategi).
KONSEPSI DAN METODA DASAR DAN PENYELENGGARAAN KETAHANAN NASIONAL
Ketahanan Nasional merupakan suatu konsepsi di dalam pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan mencakup segenap aspek kehidupan bangsa secara serasi dan terpadu dalam usaha menumbuhkan kemampuan Bangsa dan Negara menangkal ancaman dalam segala bentuknya yang datang dari luar maupun dari dalam negeri, sebagai alternatif lain dari konsepsi Kekuatan Nasional dalam arti power politics dengan peranan untuk menjadi acuan atau pengarah dalam penyusunan Politik dan Strategi Nasional.
Ketahanan Nasional merupakan suatu konsepsi tentang masalah pengaturan dan pembinaan aspek-aspek kehidupan nasional. Metoda Astagatra membagi aspek kehidupan nasional dalam 8 (delapan) unsur atau gatra, terdiri dari :
a. Gatra/Aspek alamiah yang disebut Trigatra yaitu :
1) Gatra Geografi
2) Gatra Demografi
3) Gatra Kekayaan Alam
b. Gatra/Aspek sosial/kemasyarakatan yang disebut Pancagatra yaitu :
1) Gatra Ideologi
2) Gatra Politik
3) Gatra Ekonomi
4) Gatra Sosial Budaya
5) Gatra Pertahanan dan Keamanan (Hankam)
Antara Trigatra dan Pancagatra serta antar gatra itu sendiri terdapat hubungan timbal balik yang erat yang dinamakan keterhubungan (korelasi) dan ketergantungan (interdependensi). Selanjutnya dalam pembahasan perikehidupan nasional akan selalu digunakan pengelompokan aspek kehidupan nasional sesuai metoda Astagatra.
Ketahanan Nasional diselenggarakan secara realistis dan pragmatis, sesuai kemampuan dan keterbatasan yang ada serta pengembangan dan pertumbuhan gatra diusahakan seimbang dan serasi (ballanced growth). Dengan demikian melahirkan sifat-sifat Ketahanan Nasional Indonesia yaitu manunggal, dinamis, mandiri, kewibawaan serta mengutamakan musyawarah dan kerjasama. Dengan demikian Ketahanan Nasional Indonesia betul-betul terpadu dalam segala aspek Ketahanan.
INDUSTRI PERALATAN TEMPUR
Industri peralatan tempur yang dimiliki oleh Indonesia adalah PT. Pindad. Perusahaan ini berpusat di Jln. Gatot Soebroto di sekitar Kiaracondong Bandung. Perusahaan yang berbentuk Persero itu, yang memproduksi senjata dan peralatan militer, merupakan pemasok utama bagi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan kepolisian.
PT Pindad sudah mandiri dalam melakukan produksi senjata senapan serbu SS-1 (kaliber 5,56 mm x 45) yang semula merupakan produk lokal secara lisensi dari FN FNC produksi FN Belgia. Semua komponen SS-1 berbagai varian sepenuhnya sudah diproduksi oleh PT Pindad, sehingga suku cadangnya tak akan ada masalah lagi.
Bahkan dibandingkan dengan kebutuhan militer Indonesia yang mencapai lebih dari 800.000 pucuk SS-1 dari berbagai varian, sejauh ini produksi PT Pindad masih di bawah 500.000 pucuk. Ini berarti persero itu terus mendapat kepercayaan dan pesanan dari pemerintah atas produksi SS-1, di mana hampir semua elemen militer Indonesia sudah menggunakan untuk menggantikan berbagai produk senapan serbu generasi lama.
Ini belum termasuk pula produk terbaru, yaitu SS-2 yang sudah dipastikan dipesan pemerintah untuk menggantikan sejumlah senapan FNC dan M-16A1. Dengan semakin besarnya kepercayaan pemerintah menggunakan produk senjata ringan buatan Pindad, maka senjata ringan buatan asing semakin terbatas jumlahnya dan hanya digunakan untuk sejumlah kesatuan khusus.
Begitu pula dari produksi kendaran tempur. PT Pindad kini menjadi pusat perhatian dengan sudah diluncurkan dan dioperasikannya kendaraan taktis angkut personil (APC/armored personnel carrier) APR1-V1. Kendaraan itu kini dalam uji coba tempur sebenarnya di Aceh.
Pada tahun 2004, PT Pindad telah membuat senjata berat berikut amunisinya. Produknya yaitu, meriam artileri kaliber 76 mm, yang kemudian dilanjutkan kepada 90 mm, 105 mm, 120 mm, dst. Untuk kanon otomatis, diawali dengan kaliber 20 mm, lalu kemudian 30 mm dan 40 mm.
Pada produk komersial, PT Pindad ternyata cukup beruntung pula dan lebih pandai melihat peluang dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Mereka memproduksi sejumlah barang atau peralatan yang justru diperlukan untuk membangun perekonomian di Indonesia, dari produk forging & casting, mechanical, electrical, dan industrial engineering & service. Di antara produk andalan komersial, sejak dua tahun terakhir mereka mempunyai bisnis andalan produksi pabrik minyak sawit, untuk memanfaatkan luasnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk mendukung bisnis perhubungan, PT Pindad memproduksi perlengkapan kereta api, mesin bubut, mesin pengolah kayu, perlengkapan kapal laut, komponen otomotif (sempat pula membuat mobil nasional Maleo yang nasibnya tak jelas lagi karena pengaruh politis), generator, berbagai produk pengecoran, bahkan mereka kini sedang mengembangkan industri plastik.
Para era globalisasi, persaingan bisnis akan dialami dalam berbagai sektor, termasuk pula industri persenjataan. Posisi PT. Pindad untuk tetap eksis lebih berpeluang, setidak-tidaknya diperoleh dari kebutuhan militer Indonesia yang semakin dituntut untuk mandiri, apalagi mengingat luasnya wilayah negara. Begitu pula dari bisnis produk komersil, berbagai dunia usaha di Indonesia setidaknya dapat memanfaatkan PT. Pindad, apalagi jika dihitung dengan faktor biaya yang akan lebih murah.
Namun demikian, bukan berarti PT Pindad lantas menjadi terlena dengan posisinya. Mereka kini justru semakin menyadari dan perlu berusaha semakin keras untuk eksis dengan selalu membuat inovasi, baik dalam produksi peralatan militer maupun produk komersil.
INDUSTRI PERTAHANAN KELAUTAN
Industri Pertahanan di sektor Kelautan, selama ini hanya terfokus pada PT. PAL saja. Padahal selama ini ada berbagai industri sejenis di Indonesia yang ada diantaranya PN DOK DAN PERKAPALAN, PT GALKAP KODJA, PT RUKINDO dan lain-lain. Padahal PT PAL saja selama ini belum mampu memberikan kontribusi yang meyakinkan bagi kebutuhan pertahanan sektor kelautan kita. Selama ini, PT. PAL baru menghasilkan 4 (empat) kapal perang Tipe FPB yaitu KRI HIU, KRI Todak dan KRI Layang serta yang terakhir KRI Lemadang. Selebihnya PT. PAL membangun kapal-kapal niaga.
Pada tahun 2004 PT. PAL membangun kapal sebanyak 17 buah. Pendanaan pembuatan kapal tersebut diperoleh dari kredit perbankan dengan menggunakan skema project financing. Sepanjang tahun 2003, PT PAL telah menghasilkan lima kapal niaga. Selain itu, PT PAL juga telah memodernisasi dua kapal patroli. Sumber dana untuk pembangunan kapal itu diperoleh dari kredit perbankan dengan menggunakan skema project financing.
Pada tahun 2005 PT. PAL telah peningkatan kapasitas galangan. Hal itu terkait dengan pesanan yang sudah mulai meningkat yaitu sampai 20 kapal baik dari dalam negeri maupun dari dalam negeri. Diantaranya 3 (tiga) buah pesanan dari Turki, 1 (satu) buah masing-masing pesanan dari Jerman dan Italia. Disamping itu, juga dilakukan kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menjalin kerjasama dengan PT. PAL Indonesia dalam bidang pembuatan prototipe kapal Patroli Cepat (KPC) 14 meter untuk kebutuhan pengguna dalam negeri terutama untuk pengamanan laut.
Sementara PT. Dok Perkapalan Kodja Bahari (Persero) (“DKB” atau “perusahaan”) aktivitasnya adalah membuat kapal dan memperbaiki serta perawatan. Perusahaan ini banyak menderita kerugian pada bisnis utamanya, sehingga perusahaan berkonsentrasi pada pekerjaan perbaikan dan perawatan kapal saja. Untuk itu perlu dilakukan optimasi kerja perusahaan dan pemanfaatan yang lebih baik untuk perawatan kapal-kapal perang.
INDUSTRI PERTAHANAN UDARA
Industri pertahanan udara Indonesia saat ini masih sebatas industri pesawat terbang PT. Dirgantara Indonesia yang kondisinya akhir-akhir ini begitu menyedihkan. Dimulai dari keputusan manajemen Dirgantara Indonesia untuk merumahkan 9.643 karyawan pada tgl. 12 Juli 2003 kemudian penyelesaian yang berlarut-larut masalah tenaga kerja ini menimbulkan krisis yang berkepanjangan menimpa industri pesawat terbang kebanggaan masyarakat Indonesia di awal 1990-an.
Namun, sebenarnya di tengah himpitan krisis PT. Dirgantara Indonesia sejauh ini masih memiliki kontrak pekerjaan yang masih berjalan dengan berbagai pemesan, yaitu pembuatan komponen sayap pesawat super jumbo Airbus 380 British Aerospace System Inggris senilai sekitar AS $ 90 juta dalam kontrak yang berjalan untuk 10 tahun, proyek komponen pesawat untuk Boeing dengan opsi yang juga dapat berjalan untuk 10 tahun, penyelesaian kontrak pesawat CN 235 : 4 unit senilai AS $ 49 juta pesanan Pakistan, 2 unit senilai AS $ 36 juta pesanan Tentara Diraja Malaysia, 2 unit pesanan perusahaan Asean Spirit dari Philipina. Disamping 3 unit CN-235 pesanan TNI AU dan 3 unit CN-212 pesanan TNI AL. Dengan beban kerja seperti itu total kapasitas kerja pabrik yang terserap adalah sekitar 85%.
Airbus A-380 adalah pesawat mutakhir berkapasitas 555 penumpang yang termuat dalam 2 "deck"/lantai pesawat layaknya super jumbo jet, yang dianggap sebagai pesawat masa depan yang merebut dominansi pesawat kelas super jumbo Boeing 747. Pada bulan April yang lalu saat penyerahan perdana komponen Airbus 380 pihak British Aerospace mengungkapkan kepuasannya atas kualitas produk buatan PT Dirgantara Indonesia, selain penyerahan order yang tepat waktu. Kemampuan teknologi dalam bidang disain dan manufaktur yang dicapai PT Dirgantara Indonesia adalah suatu kekayaan karya cipta rekayasa teknik nasional yang sungguh sayang jika disia-siakan. Dibandingkan dengan sektor industri lainnya: otomotif, elektronika, logam, kimia, pertanian, informatika dan kesehatan maka industri pesawat terbang sudah membuktikan bisa mencapai prestasi tinggi yang menjadikannya sebagai satu-satunya industri dirgantara di kawasan Asia Tenggara.
Maka menjadi hal yang wajar seandainya pada akhirnya industri penerbangan Dirgantara Indonesia adalah masih pantas untuk diselamatkan Pemerintah. Langkah yang dilakukan dengan prioritas teratas atas asset berupa tenaga SDM yang berkeahlian bidang teknologi "advance" - teknik pesawat terbang dan teknologi manufacturing industry - disamping keberadaan peralatan industri rancang bangun pesawat terbang yang berteknologi amat "sophisticated" guna dipadukan dalam satuan divisi produksi yang secara potensial bernilai jual tinggi serta kompetitif, seperti: manufaktur komponen pesawat terbang, pusat perawatan pesawat, pusat rekayasa teknik industri pembuatan perkakas presisi.
KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN
Memproduksi senjata menjadi tuntutan sejumlah negara di dunia. Kemandirian ini bukan sekadar menghemat biaya, juga untuk menghindari tekanan negara produsen besar senjata yang sering ikut campur lebih jauh urusan pertahanan. Tuntutan ini disadari pula oleh Indonesia. Sejak sepuluh tahun terakhir Indonesia berupaya memenuhi kebutuhan senjata militer secara lebih mandiri, terutama senjata ringan untuk pasukan infanteri dan kepolisian. Beruntung sejak lama RI memiliki industri senjata ringan sendiri, yaitu PT Pindad (Persero). Industri senjata yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan Belanda tersebut (usianya sekira 96 tahun), kini semakin terasa perannya untuk memenuhi kebutuhan senjata ringan militer Indonesia (TNI/Tentara Nasional Indonesia).
Pada sisi lain, dari sejumlah pengalaman terlalu bergantungnya militer kepada produk asing, memberikan pengaruh lain yang kurang baik. Di antaranya, tak jarang terjadi ketidaksesuaian produk senjata yang digunakan dengan karakteristik pasukan dan kondisi alam suatu negara. Dengan diproduksinya senjata secara mandiri oleh PT Pindad, maka kesesuaian dengan kebutuhan militer Indonesia diharapkan semakin terpenuhi.
Untuk industri pertahanan yang lain seperti industri dirgantara yang merupakan bagian utama dari industri pertahanan udara memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga wilayah udara Indonesia dari ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan negara lain. Berbagai kontribusi positif telah dijelaskan di depan, sehingga tidak ada keraguan bahwa industri dirgantara yang keberadaannya saat ini sangat memprihatinkan harus diupayakan untuk dipertahankan.
Industri pertahanan di laut yang diwakili oleh PT PAL juga memiliki peran yang tidak kalah strategis dalam penyediaan kebutuhan kapal perang untuk kepentingan menjaga wilayah lautan Indonesia yang sangat kaya akan aneka ragam hayati kelautan.
Kondisi dari ketiga ranah industri tersebut, yaitu industri peralatan militer, dirgantara dan kelautan.memerlukan dukungan semua pihak baik dari pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, kalangan dunia usaha, lembaga penelitian dan seluruh lapisan masyarakat. Peran pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat terutama pada regulasi dan kebijakan terkait dengan pemberian kredit dengan bunga lunak, pemasaran dalam negeri maupun hubungan antar negara untuk menggunakan produk peralatan militer buatan Indonesia (Goverment to Goverment). Disamping itu juga terkait dengan dukungan terhadap pendanaan dan kebijakan terhadap lembaga penelitian seperti BPPT, LIPI dan lembaga penelitian yang dimiliki perguruan tingggi. Sebab dari kerjasama dan hasil penelitian yang dilakukan lembaga-lembaga penelitian tersebut, akan menghasilkan penguasaan teknologi produksi peralatan militer yang lebih baik dan yang tidak kalah penting adalah penguasaan teknologi pengolahan bahan baku industri pertahanan.
DAYA SAING INDUSTRI PERTAHANAN
Membangun eksistensi industri senjata tak mudah. Pasalnya, perdagangan senjata tak dapat disamakan dengan bisnis produk lain yang secara leluasa diperdagangkan secara bebas. Bisnis senjata sering terbentur banyak faktor, terutama politik. Belum pula, kebanyakan pembelian senjata dari pemerintah di berbagai negara berdasarkan sistem anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pada sisi lain, industri senjata, khususnya senjata ringan, kini bertumbuhan di berbagai negara sehingga persaingan semakin ketat. Akibatnya banyak industri senjata di dunia yang mengalami nasib kurang baik. Penyebabnya, selama ini mereka terlalu menggantungkan kelangsungan perusahaan dari bisnis inti, yaitu produksi senjata.
Dibandingkan industri senjata negara lain, khususnya dari sesama negara Asia Tenggara, industri pertahanan Indonesia sebenarnya memiliki prospek yang bagus. Setidaknya, untuk mengejar Singapura dan Malaysia yang sudah melakukan "lompatan" ke depan dalam produksi peralatan militer, baik senjata maupun kendaran angkut pasukan masih bisa dilakukan asalkan dengan kerja keras dan dukungan pendanaan yang cukup.serta dukungan penelitian dan pengembangan produk yang semakin memadai.
Sebagai gambaran, Singapura sudah mampu membuat meriam artileri kaliber 155 mm, beberapa pucuk diantaranya sudah dibeli TNI dan ditempatkan di Cimahi. Belum pula industri senjata ringan, misalnya senapan otomatis regu Ultimax-100 (kaliber 5,56 mm x 45) yang sudah diekspor ke sejumlah negara, bahkan digunakan sebagai salah satu standar senjata pasukan AS dan juga TNI. Sedangkan Malaysia sudah lebih dahulu membuat kendaraan angkut personel, bahkan ukurannya lebih besar dibandingkan produksi PT Pindad. Industri senjata di sana dipercayakan kepada swasta, dengan sokongan pemerintah dan kerjasama dengan berbagai pabrik senjata di Inggris.
Sedangkan Korea Selatan mempunyai perusahan Daewoo, yang bukan hanya sebagai produsen mobil dan barang-barang elektronik. Daewoo juga adalah produsen senjata ringan bagi militer negaranya, yaitu senapan K1 dan K2, bahkan kapal selam. Begitu pula di Jepang, Mitsubishi bukan hanya dikenal sebagai produsen mobil, alat-alat generator, dan lain-lain, dia juga membuat pesawat tempur Mitsubishi F-1 yang digunakan untuk pasukan bela diri Jepang, tank, dan lain sebagainya.
Melihat peta seperti itu, industri pertahanan Indonesia sebenarnya lebih beruntung karena memiliki peluang dan bisa menjadi perusahaan yang lebih besar dan eksis. Industri pertahanan Indonesia perlu melakukan diversifikasi usaha, dimana mereka pun mengembangkan bisnisnya yang diarahkan berimbang dengan produk komersial sehingga pada gilirannya mampu bersaing dan tumbuh menjadi industri pertahanan yang disegani di kalangan Asia.
KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN MENUJU KONDISI KETAHANAN NASIONAL YANG SEMAKIN MANTAP
Pada tataran konsepsi, ketahanan nasional merupakan suatu metoda tentang masalah pengaturan dan pembinaan aspek-aspek kehidupan nasional. Metoda yang digunakan adalah metoda Astagatra yang terdiri dari 2 (dua) aspek yaitu aspek alamiah dan aspek sosial/kemasyarakatan :
a. Tinjauan Aspek Alamiah.
Pada aspek ini mencakup 3 (tiga) unsur/Gatra yaitu :
1) Gatra Geografi. Kedaulatan dan keutuhan negara semakin terjaga dengan tersedianya peralatan pertahanan tanpa takut diembargo oleh negara-negara superpower yang seringkali melakukan kegiatan embargo peralatan militer maupun suku cadang militer secara sepihak tanpa adanya koordinasi dengan Negara Indonesia hanya karena perbedaan persepsi tentang HAM. Padahal, kondisi geografi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, bergunung-gunung, dataran dan pantai yang panjang merupakan kekhasan Indonesia yang tidak dimiliki umumnya negara-negara lain. Kondisi ini menuntut peralatan pertahanan yang khas juga. Sehingga hal ini justru memberikan ruang bagi upaya pengembangan Industri pertahanan yang khas Indonesia misalkan untuk tank, kapal-kapal patroli dan pesawat intai tertentu yang cocok untuk dipergunakan pada kondisi geografi seperti ini.
Dengan demikian, ditinjau dari segi geografi, kemandirian industri pertahanan Indonesia yang khas, akan menyulitkan negara lain yang hendak menyerang Indonesia dan merongrong kewibawaan negara Indonesia. Hal inilah yang memperkuat tesis bahwa kemandirian industri pertahanan Indonesia akan meningkatkan kemantapan ketahanan nasional.
Untuk itu diperlukan kesungguhan dan kerja keras semua pihak terkait, terutama kalangan lembaga penelitian seperti LIPI, BPPT, LAPAN dan Perguruan Tinggi serta lembaga penelitian industri pertahanan dan militer untuk bahu membahu melakukan penelitian dan pengkajian untuk meningkatkan penguasaan industri pertahanan agar semakin mandiri.
2) Gatra Demografi. Jumlah penduduk yang mencapai 200 juta jiwa dengan beragam suku, agama, adat istiadat dan struktur umur penduduk Indonesia merupakan aset yang besar untuk memperkokoh kekuatan industri pertahanan. Karena dengan struktur demografi seperti ini, memungkinkan untuk merancang berbagai jenis persenjataan yang sesuai dengan potensi demografis yang dimiliki masyarakat. Sehingga keanekaragaman produk/varian dari industri pertahanan dapat semakin meningkatkan ketahanan nasional Indonesia sesuai dengan karakteristik masyarakatnya yang heterogen. Disamping itu, dari 200 juta penduduk memungkinkan untuk tumbuh dan berkembangnya potensi masyarakat menjadi kekuatan yang memiliki kemampuan yang tingggi dalam teknologi pertahanan asalkan diberikan kesempatan dan dukungan yang memadai bagi anak bangsa untuk berkarya mengembangkan kemampuan dalam penguasaan teknologi. Dengan banyaknya anak bangsa yang berkarya dalam pengembangan industri pertahanan akan meningkatkan kebanggaan dan kemampuan serta posisi tawar baik secara pribadi maupun secara nasional terhadap pertahanan negara beserta perlengkapannya yang mereka ciptakan itu. Sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kekuatan ketahanan nasional. Dengan demikian kondisi ketahanan nasional Indonesia akan terdukung dari kondisi kemandirian industri pertahanan jika ditinjau dari sisi demografis Indonesia yang besar, beranekaragam dan unik itu.
3) Gatra Kekayaan Alam. Kekayaan alam yang banyak sangat mendukung pencapaian kemandirian industri pertahanan. Pada industri pertahanan yang mandiri, baik bahan baku maupun teknologi yang digunakan hendaknya menggunakan komponen lokal. Dengan tersedianya komponen lokal terutama bahan-bahan logam akan sangat menguntungkan dalam upaya pencapaian kemandirian industri pertahanan. Sehingga kekayaan alam yang melimpah akan mendorong percepatan pencapaian kemandirian industri pertahanan.
Di sisi lain, justru kemandirian industri pertahanan yang dicapai dapat mendukung upaya melestarikan kekayaan alam. Sebab dengan kemandirian industri pertahanan dapat dipenuhi kebutuhan peralatan pertahanan negara baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dengan tercukupinya kebutuhan peralatan pertahanan ini dapat digunakan seoptimal mungkin dalam menjaga wilayah dan alam Indonesia beserta kekayaan yang ada di dalamnya. Sehingga akan dapat memperkokoh kondisi ketahanan nasional. Dengan demikian, jika ditinjau dari unsur kekayaan alam kemandirian industri pertahanan dapat meningkatkan kondisi ketahanan nasional.
b. Tinjauan Aspek Sosial/Kemasyarakatan :
Pada aspek ini mencakup 5 (lima) unsur/gatra, yaitu :
1) Gatra Ideologi. Pencapaian kemandirian industri pertahanan membawa dampak positif bagi kekokohan ideologi negara. Sebab dengan ketidaktergantungan dari pasokan senjata/peralatan militer dari negara lain dapat mengurangi kecenderungan untuk mengikuti suatu blok/persekutuan negara-negara dengan ideologi yang sama dari negara-negara produsen senjata dan peralatan militer. Sehingga ideologi yang dianut negara Indonesia dapat terjaga dari ideologi negara lain. Dan pada gilirannya dapat semakin memperkuat kondisi ketahanan nasional.
2) Gatra Politik. Jika ditinjau dari unsur politik kemandirian industrin pertahanan memiliki nilai strategis dalam menanggulangi tekanan maupun campur tangan negara lain yang menjadi pemasok/produsen senjata dan peralatan militer. Sehingga negara Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas aktif bahkan semakin dapat berperan dalam menjaga perdamaian, keseimbangan dan keteraturan dunia tanpa khawatir akan tekanan dan campur tangan negara lain. Hal ini akan sangat berdampak bagi politik dan strategi nasional yang akan berkontribusi bagi ketahanan nasional.
3) Gatra Ekonomi. Kemandirian industri pertahanan dapat membawa dampak yang baik bagi perekonomian nasional. Di satu sisi akan mengurangi belanja negara untuk keperluan persenjataan dan peralatan militer yang sangat besar seperti pembelian tank, pesawat tempur maupun kapal perang. Di sisi lain dapat meningkatkan devisa negara jika ada negara lain yang membutuhkan senjata maupun peralatan militer lainnya. Dengan demikian dapat meningkatkan ketahanan ekonomi nasional dan lebih jauh lagi dapat meningkatkan perekonomian negara. Peningkatan perekonomian negara akan berdampak pada kesejahteraan dan ketidaktergantungan dari negara lain atau kemandirian. Kondisi seperti ini akan semakin memperkokoh ketahanan nasional dari sudut pandang perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
4) Gatra Sosial Budaya. Dengan adanya kemandirian industri pertahanan akan membawa dampak yang sangat besar dalam masyarakat Indonesia. Kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia menjadi semakin kokoh karena kerentanan dari kehidupan sosial budaya sebagai bangsa yang mandiri dan memiliki harga diri sebagai negara yang tidak tergantung pada negara lain dalam suplai senjata dan peralatan militer akan dapat terjaga. Dengan demikian negara Indonesia dapat menjadi negara yang semakin berkarakter yang tidak begitu saja terpengaruh dari negara lain.
5) Gatra Pertahanan dan Keamanan (Hankam). Pada gatra pertahanan dan keamanan ini, implikasi langsung dari kemandirian industri pertahanan akan sangat terasa. Sebab, dengan kemandirian industri pertahanan memberikan keleluasaan bagi aparat pertahanan dan keamanan untuk mengimplementasikan tugas pokoknya di lapangan tanpa adanya kekhawatiran embargo maupun campur tangan dari negara lain yang bahkan dapat menghambat pencapaian tugas pokoknya. Sehingga pada gilirannya dapat dicapai kondisi ketahanan nasional Indonesia.
Secara keseluruhan, kemandirian industri pertahanan akan membawa dampak pada 3 (tiga) unsur pada aspek alamiah dan 5 (lima) unsur pada aspek sosial/kemasyarakatan yang utuh, saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga akan menghasilkan kondisi ketahanan nasional yang semakin kokoh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
nice information bro... lanjutkan!
Posting Komentar